AYAT DAN HADITS EKONOMI
ISLAM
“PERDAGANGAN”
DISUSUN SEBAGAI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP
MATA KULIAH TERKAIT
Dosen Pengampu : Shilahuddin, MA
Nama Mahasiswa : Maja Sutedjo
NIM : 12.14.00.21
Jurusan : Perbankan Syari’ah
Semester : 2 (Dua)/Genap
PROGRAM DIPLOMA TIGA (D-III)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA (STAINU) –
JAKARTA
2013
AYAT DAN HADITS TENTANG PERDAGANGAN
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermuamalah baik yang konvensional maupun yang Islami,
terdapat dua kegiatan yang pasti terjadi, yaitu sale (menjual) dan buy
(membeli). Kegiatan tersebut banyak ditemukan dalam praktek trading
(perdagangan).
Kedua kegiatan
tersebut terjadi karena kebutuhan kebutuhan manusia dalam sehari-hari yang
sangat banyak dan
berganti-ganti dan terjadi secara terus-menerus. Kegiatan menjual adalah
pencarian yang sangat menjanjikan dalam mensiasati hidup. Kegiatan inilah yang
sangat menopang keberlangsungan idup di dunia. Bahkan seorang pegawai yang
menyandang profesi sebagai karyawan di sebuah perusahaan besar sekalipun tidak
akan bisa bekerja dn tak mendapat penghasilan jika perusahaan tempat ia bekerja
tidak melakukan penjualan sebagai implementasi dari perdagangan.
Dan
dalam Islam, perdagangan memiliki kedudukan yang sangat tinggi, karena Allah
Swt memberikan rezeki untuk perdagangan sebanyak 90 pintu rezki dari 100 pintu
rezeki. Dan yang 10 pintu diberikan untuk usaha yang lainnya. Betapa pun
perdagangan memiliki keutamaan seperti yang disebutkan di atas, tetapi Islam
juga memberikan batasan-batasan. Karena tidak semua cara dibenarka menurut
hukum Islam.
Setiap kegiatan umat Islam
dalam kehidupan baik secara vertikal maupun horizontal, telah diatur dengan
ketentuan-ketentuan agar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Hal yang
mendasari setiap perbatan itu dilandaskan pada sumber-sumber hukum yang
bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dengan demikian perdagangan dalam islam juga
berdasar dari landasan hukum tersebut.
PEMBAHASAN
A.
Ayat-ayat Al-Quran Tentang Perdagangan
Islam memberikan jalan
yang sangat luas bagi manusia dalam mencari penghidupan di dunia, bumi yang
dipusakakan oleh Allah Swt ini agar dikelola dengan sebaik-baiknya dan menuai
hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam hal perdagangan Allah Swt telah
memberikan keterangan dalam seuah ayat Wa ahllallaahul bai’a wa haraamar
ribaa’, dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka
jelaslah bahwa perdagangan, perniagaan atau jual-beli sangat dianjurkan dan
merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah. Namun perdagangan juga harus diperhatikan dalam
mengimplementasikannya untuk menghindarkan manusia dari jalan yang bathil dalam
pertukaran seuatu yang menjadi milik di antara sesama manusia. Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu.” (Q.S. An-Nisa’: 29)
Dalam melakukan
perniagaan, Allah juga telah mengatur adab yang perlu dipatuhi dalam
perdagangan, di mana apabila telah datang waktunya untuk beribadah, aktivitas
perdangan perlu ditingalkan untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah Swt:
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا وَانْفَضُّوا إِلَيْهَا تَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan apabila mereka melihat
perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka
tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: ‘Apa yang di sisi
Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan’, dan Allah sebaik-baik
pemberi rezki.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 11)
Dan dalam ayat lain
seperti di surat An-Nur 37, dijelaskan bagaimana orang tidak lalai dalam
mengingat Allah hanya karena perniagaan dan jual beli.
“Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka
takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang.”
Demikain pula tata tertib
dalam perdagangan juga telah digariskan di dalam Alquran, baik itu perdagangan
yang bersifat tidak tunai dengan tata aturannya, maupun cara berdagang tunai,
seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah 282 berikut :
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar.”
Adab tentang perniagaan
dengan jelas pula diatur, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan
perdagangan sehingga melupakan kewajibannya terhadap Allah, seperti dijelaskan
dalam Surat At-Taubah 24 sebagai berikut:
“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Dalam melakukan transaksi
perdagangan Allah memerintahkan agar manusia melakukan dengan jujur dan Adil.
Tata tertib perniagaan ini dijelaskan Allah seperti tercantum dalam Surat Hud
84-85. Demikian pula dalam Surat Al-An’am 152, yang mengatur tentang takaran
dan timbangan dalam perniagaan.
Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka,
Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan
bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan,
Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya
Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."
Dan Syu'aib berkata:
"Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
B. Hadits Tentang Perdagangan
Selain dalam Alquran, tentang
perdagangan terdapat hadits yang menjelaskan bahwa Allah tidak akan
mengajak sesorang berbicara, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka
mendapatkan siksa yang pedih apabila menipu dalam perniagaan. Seperti yang
diriwayatkan dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata :
Rasulullah saw. Bersabda:
Ada tiga orang yang nanti pada hari kiamat tidak akan diajak bicara oleh Allah,
tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih,
yaitu; orang yang mempunyai kelebihan air di gurun sahara tetapi tidak mau
memberikannya kepada musafir; orang yang membuat perjanjian dengan orang lain
untuk menjual barang dagangan sesudah Asar; ia bersumpah demi Allah bahwa telah
mengambil (membeli) barang itu dengan harga sekian dan orang lain tersebut
mempercayainya, padahal sebenarnya tidak demikian; orang yang berbaiat kepada
pemimpin untuk kepentingan dunia. Jika sang pemimpin memberikan keuntungan
duniawi kepadanya, ia penuhi janjinya, tapi bila tidak, maka ia tidak penuhi
janjinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam perdagangan
dilarang sistem jual beli Mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh
barang dagangan) dan munabazah (sistem barter antara dua orang dengan
melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa memeriksanya). Hal ini tepapar
dalam hadist Riwayat Abu Hurairah.
Hadis riwayat Abu Hurairah
ra.: “Bahawa Rasulullah saw, melarang
sistem jual beli mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang
dagangan) dan munabadzah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan
barang dagangan masing-masing tanpa memeriksanya).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis riwayat Ibnu Umar
ra.: “Bahwa Rasulullah
saw. melarang mencegat barang dagangan sebelum tiba di pasar. Demikian
menurut redaksi Ibnu Numair. Sedang menurut dua perawi yang lain: Sesunggunya
Nabi saw. melarang pencegatan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis riwayat Abdullah bin
Mas’ud ra.: “Dari Nabi saw. bahwa
beliau melarang pencegatan (blokir) barang-barang dagangan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam perdangan Islam,
dilarang apabila yang diperdagangkan secara zatnya adalah Haram,
seperti
Khamar. Hal ini diriwayatkan oleh Aisyah ra.
“Hadits riwayat Aisyah ra.,
ia berkata: ketika turun beberapa ayat terakhir surat Al-Baqarah, Rasulullah
saw. Keluar lalu membacakannya kepada orang-orang, kemudian beliau mengharamkan
perdagangan khamar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Hadits riwayat Barra’ bin
Azib ra. : Dari Abul Minhal ia berkata: Seorang kawan berserikatku menjual
perak dengan cara kredit sampai musim haji lalu ia datang menemuiku dan
memberitahukan hal itu. Aku berkata: Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia
berkata: Tetapi aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya. Maka aku (Abu Minhal) mendatangi Barra’ bin Azib dan menanyakan
hal itu. Ia berkata: Nabi saw. Tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan
jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda: Selama dengan serah-terima
secara langsung, maka tidak apa-apa. Adapun yang dengan cara kredit maka
termasuk riba. Temuilah Zaid bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang
lebi banyak dariku. Aku lalu menemuinya dan menanyakan hal itu. Ia menjawab
seperti jawaban Barra’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
PENUTUP
Islam
menekankan umatnya untuk mencari kemurahan dari Allah Swt di muka bumi untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya, namun segala kegiatan atau uamalah tersebut harus
diniatkan beribadah kepada Allah Swt.
Segala
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari manusia berorientasi pada hukum-hukum
Allah, begitupun halnya dengan perdagangan atau jual beli. Perdagangan dalam
Islam menempati kedudukan yang mulia dan sebagai sumber pencarian rezeki yang
sangat besar keutamaannya.
Dalam
sebuah ayat, secara jelas Allah menghalalkan jual-beli atau perdagangan dan
mengharamkan riba. Artinya memang bahwa perdagangan sangat ditekankan, namun
tidak dengan cara yang bathil.
Selain
perdagangan itu memiliki keutamaan dan dengan segala potensi ekonominya, perlu
diperhatikan juga bahwa tidak semua jenis perdagangan diperbolehkan oleh Islam,
ada cara-cara perdagangan atau praktek-praktek jual beli yang dilarang oleh
Islam. Perdagangan atau jual-beli yang dilarang meliputi Bai’ Ghoror, Bai’ Najash, jual beli yang menipu dengan mengurangi
takaran dan lain-lain. Dalam perdagangan harus ada unsure saling
tolong-menolong, prinsip keadilan, aspek sosial lainnya.